Oleh Trustha Rembaka.
Memasuki
tahun 2025, Indonesia dihadapkan pada sejumlah kekhawatiran yang dipengaruhi
oleh situasi global dan nasional yang berdampak pada keadaan ekonomi dalam
negeri. Respon apa yang harus muncul untuk menghadapi situasi tersebut? Stube
HEMAT Yogyakarta berinisiatif mengadakan diskusi mahasiswa secara virtual
mengenai topik ini bersama Dr. Murti Lestari, seorang peneliti bidang ekonomi,
dosen, dan juga board in charge Stube HEMAT (29/01/2025). Tak kurang dari tiga
puluhan mahasiswa dan aktivis Stube HEMAT dari berbagai daerah dan jejaring
lainnya, seperti Alor, Sumatera Utara, Lampung, Timor, Maluku Tenggara, Sumba,
Manggarai, Luwuk Banggai, Maldives, Gunungkidul, Morowali Utara, dan
Yogyakarta, bergabung dalam diskusi tersebut.
Dalam
paparannya, Dr. Murti Lestari mengungkapkan bahwa depresi ekonomi global adalah
kondisi penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dan berkepanjangan di
seluruh dunia. Banyak negara mengalami penurunan produksi, penjualan, dan
investasi yang parah dan berkepanjangan. Keadaan ini dipicu oleh kondisi
geopolitik global seperti terjadinya konflik, perubahan pemimpin di beberapa
negara, kondisi ekonomi negara besar yang masih lemah, perang dagang
antarnegera, kebijakan moneter dan fiskal, serta krisis keuangan. Situasi ini
menyebabkan kekhawatiran di dalam negeri, seperti penurunan perdagangan,
berkurangnya aktivitas perusahaan, peningkatan pengangguran, melemahnya daya
beli, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), kenaikan harga barang, hingga
penurunan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, dari dalam negeri masih relatif aman, karena Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah dibandingkan dengan negara lain, meskipun dari sisi pengelolaan masih perlu ditingkatkan. Dari sisi energi, biofuel sudah semakin berkembang sebagai campuran minyak bumi, dan letak geografis yang strategis memungkinkan paparan matahari sepanjang tahun. Dari sisi pangan, Indonesia memiliki diversitas bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan, jika dikelola dengan baik dari tanaman pangannya, ketersediaan air dan distribusinya, teknologi, serta sumber daya manusianya.
Dalam dialog, peserta mengangkat pertanyaan tentang Upah Minimum Regional (UMR), isu Gen Z yang kurang diminati oleh perusahaan, dunia pendidikan dalam menjawab tantangan kerja, dan kesempatan kerja yang menurun karena perkembangan teknologi. Narasumber menjawab bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam menetapkan UMR karena akan berdampak luas; tidak semua perusahaan maupun pemberi kerja sanggup menggaji sesuai UMR, dan jika dipaksa sesuai UMR, maka akan bangkrut dan terjadi PHK. Mengenai Gen Z, secara umum, pekerja harus memiliki karakter yang positif dan sikap yang baik; dua aspek ini lebih disukai dibandingkan dengan nilai tinggi di ijazah. Lembaga pendidikan pun perlu seimbang dalam meningkatkan pengetahuan dan membangun karakter anak didiknya. Mengenai teknologi, tidak dapat dielakkan bahwa teknologi semakin menginvasi dunia kerja; semakin otomatis, semakin efisien pekerjaan. Ini berarti manusia harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Kuncinya adalah meningkatkan keterampilan menggunakan alat dan kemampuan berbasis teknologi.
Sebagai simpulan, meskipun ada kekhawatiran
tentang depresi ekonomi global, narasumber menegaskan sikap optimis karena
Indonesia bisa mandiri dan tercukupi dari sumber daya yang ada. Kuncinya adalah
dengan memanfaatkan apa yang ada sekarang, lakukanlah pekerjaan dengan karakter
dan sikap baik, disiplin, kreatif, adaptif terhadap teknologi, dan pantang
menyerah. Sekarang, seberapa optimis diri Anda menghadapi tantangan ekonomi ke
depan? ***
Komentar
Posting Komentar