Oleh: Stube HEMAT
Umbul Ponggok yang terletak di tepi Jl. Delanggu-Polanharjo, Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini, terkenal sebagai wisata air dengan mata air alami yang jernih. Kata "Ponggok" berasal dari bahasa Jawa yang bermakna pusat atau sumber, dan sering dikaitkan dengan air. Tak pernah terbayangkan bahwa umbul ini menjadi sumber air utama perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula di wilayah Polanharjo, Karanganom, Ceper masa pemberlakuan tanam paksa (Culturstelsel) di tahun 1830, jaman kolonial Belanda. Pabrik gula Ponggok berdiri pada 1880-an, dan pada 1930-an, pabrik gula ini mengalami kemunduran dan akhirnya tutup akibat perang, krisis ekonomi, dan sosial politik. Namun, air Umbul Ponggok tetap menjadi sumber irigasi bagi pertanian dan kebutuhan air minum warga sekitar.
Seiring waktu, masyarakat dan pemerintah desa melihat potensi wisata mata air ini, dan selanjutnya mengembangkannya menjadi destinasi wisata air melalui RPJMDes tahun 2007 di bawah kepemimpinan kepala desa Junaedhi Hadimulyono, S.H. Desa Ponggok perlahan namun pasti berubah dari desa agraris menjadi desa wisata. Sektor wisata inilah yang membuat Desa Ponggok dikenal sebagai salah satu desa terkaya di Indonesia pada 2015. Transformasi ekonomi desa ini terjadi berkat pemanfaatan Dana Desa. Pendapatan desa yang awalnya hanya Rp 80 juta per tahun meningkat drastis menjadi Rp 3,9 miliar per tahun, bahkan pendapatan BUMDes mencapai Rp 14 miliar per tahun. Profit yang diperoleh dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Ponggok di berbagai sektor, terutama kesehatan dan pendidikan.
Hal
ini menarik perhatian Stube HEMAT yang selanjutnya membawa beberapa mahasiswa
datang ke Umbul Ponggok dan melihat langsung pengelolaan wisata air tersebut. Kawasan
Umbul Ponggok ada di tengah-tengah pemukiman yang padat, sehingga lahan parkir
kendaraan pengunjung dikerjasamakan dengan halaman warga terdekat, jalan desa,
dan halaman sekolah. Tenaga kerja dari warga setempat terserap di sektor wisata
ini, mulai dari juru parkir, penjaga loket, UMKM yang berjualan baik di dalam
areal Umbul Ponggok maupun di luar areal, tukang foto, atau juga instruktur
diving. Bahkan salah satu penjual siomay yang ditemui di kawasan tersebut
mengaku memiliki omset Rp 2 juta per hari. Meski wisata ini sebenarnya standard
daerah, dilihat dari daya tampung, ketersediaan fasilitas pendukung, dan
pemeliharaannya, namun wisatawan yang datang berasal dari berbagai daerah dan
propinsi. snorkeling, diving, dan foto bawah air menjadi tawaran menarik bagi
wisatawan. Didukung air Umbul Ponggok yang jernih dan aneka ragam ikan yang
ada, memberi kesan nuansa kehidupan bawah laut yang indah, meski kedalaman
kolam berkisar hanya 1,6-2,6 meter. Tidak mengherankan wisata air Umbul Ponggok
bisa menyerap 5000 wisatawan per hari saat akhir pekan dan liburan.
Keberhasilan
Umbul Ponggok tentu saja harus dibarengi dengan pemeliharaan areal wisata yang
menunjang. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, pengelolaan
sampah, optimalisasi fungsi kamar mandi, bibir kolam yang licin, anjungan atas
yang mulai berkarat, serta pemerataan kenyamanan setiap sudut tempat istirahat.
Perlu juga diperhatikan kadar pelet pakan ikan di air yang berpotensi mencemari
air dan kenyamanan pengunjung yang berenang. Namun, bagaimanapun juga
Umbul Ponggok menjadi salah satu acuan pengembangan potensi daerah yang bisa
menginspirasi mahasiswa Stube HEMAT yang mengikuti eksposur lapangan. ***


.jpeg)
.jpg)
x.jpg)
Komentar
Posting Komentar