Benih Yang Tumbuh Di Wamena

Oleh: Stube HEMAT Yogyakarta.          

Program Stube HEMAT Yogyakarta yang memfasilitasi mahasiswa belajar mengenal dan memahami berbagai hal melalui pelatihan-pelatihannya, bisa diibaratkan seperti seorang penabur yang menyemai benih-benih. Setelah berproses dengan kehidupan, ternyata benih itu ada yang tumbuh di Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan. Benih itu tumbuh memberi harapan untuk banyak anak muda daerah yang masih memerlukan bimbingan iman dan penguatan intelektual. Mereka datang dari kabupaten-kabupaten seperti Yakuhimo, Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara dan Yalimo.

Dimulai dengan memberi pemahaman tentang kesehatan, kebersihan, bahaya HIV AIDS dan pergaulan bebas, Dedikson Patras, yang akrab dipanggil Depa, bersama beberapa kolega dari berbagai profesi datang ke sekolah-sekolah dan komunitas untuk mengajar dan berdiskusi dengan anak-anak muda. Selanjutnya anak-anak muda yang tertarik dan ingin belajar lebih lanjut, diwadahi dalam komunitas yang diberi nama Yesus, Kita dan Sesama (YKS) yang dia bentuk pada tahun 2018. Depa mendedikasikan dirinya menjangkau anak-anak muda supaya belajar menjadi orang yang takut akan Tuhan dan memberikan hidup mereka dalam kebenaran. Ada sekitar 120-an anak muda tergabung dalam komunitas ini. Mereka rutin bertemu dua kali seminggu pada hari Rabu dan Jumat. Sebuah channel YouTube tentang anak-anak muda YKS bisa dilihat pada link https://www.youtube.com/watch?v=6i22IbYohPg.

Selain memberi pelayanan pengenalan firman Tuhan, YKS memikirkan kelanjutan studi anak-anak muda tersebut. Dengan mencari jejaring dan peluang, Depa berhasil mendapatkan dukungan untuk mengirim anak-anak melanjutkan sekolah mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan sampai jenjang Perguruan Tinggi. Selain sekolah di daerah, beberapa anak melanjutkan di Medan, Palembang, Jakarta, Magelang, Semarang, Yogyakarta, dan Morowali Utara.

Keputusan penggembalaan semacam ini tidak datang dengan serta merta. Banyak batu uji yang harus dihadapi dengan semangat dan kerja keras. Salah satu pengalaman berinteraksi aktif dalam program-program Stube HEMAT sekitar tahun 1999-2005, memberi sentuhan pemikiran tersendiri dalam dirinya. Studi Theologi yang dia dapatkan di STAK Marturia Yogyakarta, menjadi pondasi penggembalaannya, untuk melayani sebagai pendeta pelayanan khusus, menjangkau mereka yang memiliki keterbatasan di pedalaman Wamena.

Depa berasal dari Sangihe Talaud, yang ini berarti menuntutnya beradaptasi dengan budaya dan kehidupan di Wamena yang jauh berbeda dengan budayanya sendiri. Bukan hal mudah pada awalnya. Panggilan yang kuat untuk melayani di tempat ini membuat Depa dan keluarga (istri dan dua anak) menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Wamena. Letak geografis yang sedikit pelosok, membuat distribusi barang ke Wamena umumnya menggunakan jalur udara, sehingga harga kebutuhan pokok relatif mahal, dan hal ini juga menjadi salah satu tantangan dalam pelayanan yang dilakukan. Di balik keindahan alam Wamena di lembah Baliem, di jantung pegunungan Papua, ada banyak panggilan pelayanan.

Ada permasalahan kemanusiaan yang kompleks—mulai dari konflik sosial, kekerasan antarwarga, hingga pelanggaran hak asasi manusia yang belum terselesaikan. Komnas HAM mencatat konflik di Papua berakar dari ketegangan etnis, miskomunikasi, dan minimnya ruang dialog. Di tengah situasi ini, Wamena tidak membutuhkan solusi politik saja, melainkan pendekatan kemanusiaan yang tulus dan berkelanjutan. YKS hadir, menyapa Wamena dengan kasih dan pemberdayaan. Semoga benih itu berakar, tumbuh dan berbuah.***


Komentar

  1. Mantap luar biasa...Tuhan memberkati pelayanan semuanya...yg sudah berjerih lelah....amin

    BalasHapus
  2. Tuhan Yesus memberkati amin

    BalasHapus

Posting Komentar