97 Tahun Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia & Tingkat Kegemaran Membaca

Oleh: Stube HEMAT Yogyakarta.          

Sumpah Pemuda yang diperingati yang ke-97 di tahun 2025 ini adalah tonggak penting yang mempersatukan bangsa melalui bahasa Indonesia. Komitmen pemuda Indonesia terhadap satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia, sudah ditegaskan mulai 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia dipilih sebagai alat pemersatu di tengah keragaman suku dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia bukan hanya simbol persatuan, tetapi juga medium pendidikan, komunikasi, dan ekspresi budaya. Dalam konteks modern, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi indikator literasi dan kecintaan terhadap budaya nasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus didukung dengan kemampuan membaca yang baik agar generasi muda mampu berpikir kritis dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Sejenak kita tengok minat baca bangsa Indonesia pada umumnya. Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) nasional pada tahun 2023 menunjukkan 66,7 menjadi 72,44 pada tahun 2024. Meski menggembirakan, skor ini menggambarkan bahwa kegemaran membaca bangsa Indonesia masih tergolong “sedang” (rentang 50,1–75). Artinya, budaya membaca belum sepenuhnya mengakar, dan membaca karena tuntutan tugas atau pekerjaan, bukan karena dorongan dari dalam diri untuk memperluas wawasan. Selain itu, orang memiliki kecenderungan memilih konten visual atau audio dibandingkan membaca teks panjang. Indeks TGM diperoleh dari seberapa sering seseorang membaca, durasi membaca, jumlah buku yang dibaca, frekuensi dan durasi akses internet untuk mencari informasi.

Data BPS (2024) menunjukkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta unggul dengan perolehan skor TGM 79,99 pada tahun 2024. DIY berada di peringkat pertama dari 38 propinsi, disusul empat besar propinsi lainnya yakni Kepulauan Bangka Belitung (77, 47), Jawa Timur (77,15), Jawa Barat (75,07), dan Kalimantan Selatan (74,63). Sementara itu, beberapa wilayah di Indonesia Timur masih mencatat skor yang jauh lebih rendah.

Bagaimana dengan Kota Yogyakarta? Meski dikenal sebagai kota pelajar, Kota Yogyakarta kalah dari Gunungkidul yang mencatat skor TGM tahun 2024 tertinggi di DIY, yakni 83,99. Sementara Kota Yogyakarta masih di bawah Sleman (82,81) dan Bantul (80,89), dengan TGM 78,47. Kondisi ini menempatkan kota Yogyakarta pada urutan ke-4 di atas Kulon Progo (74,55). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kota untuk meningkatkan skor TGM. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan minat baca di Yogyakarta antara lain; revitalisasi perpustakaan sekolah dan komunitas dengan koleksi yang relevan dan menarik, gerakan membaca bersama di ruang publik seperti taman, kafe, dan kampus, pelatihan literasi digital agar anak muda mampu memilah informasi yang kredibel, festival literasi dan bahasa Indonesia sebagai ajang kreatif dan edukatif.

Sumpah Pemuda bukan hanya sejarah, tetapi komitmen berkelanjutan terhadap persatuan dan kemajuan bangsa. Semangat itu harus diwujudkan melalui penguatan bahasa Indonesia dan budaya membaca. Literasi adalah jembatan menuju masa depan yang lebih cerah, dan pemuda adalah arsiteknya. ***

 

Komentar

Posting Komentar