Oleh: Stube HEMAT Yogyakarta.
Students’ Gathering bertempat di sekretariat Stube HEMAT Yogyakarta (11/10/2025), mengusung topik Artificial Intellegence (AI), sebuah teknologi yang memungkinkan mesin meniru kecerdasan manusia, mempelajari data, mengenali pola, membuat keputusan, dan bahkan berinteraksi secara alami dengan manusia. AI banyak digunakan sebagai pondasi membuat inovasi di berbagai sektor, seperti kesehatan (MRI, CT scan, chatbot medis), pendidikan (penerjemahan otomatis, asisten virtual akses pendidikan), keuangan (algoritma prediktif investasi dan manajemen resiko), dan lain-lain. Students’ Gathering yang berupa diskusi ini mengulas serba-serbi AI dan bagaimana teknologi ini mengubah cara kita hidup dan bekerja. Dipandu dua pemantik yang memiliki pengalaman dalam bidangnya masing-masing, diskusi ini berlangsung menarik dan memberi pemahaman baru bagi peserta.
Pemantik pertama, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi-UGM, S. Anjas Mahendra, yang saat ini sedang meneliti strategi diplomasi, menyampaikan bahwa AI bisa diibaratkan sebagai pedang karena memiliki kebaikan dan keburukan. AI itu baik jika digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, membuat waktu lebih efisien, membuat manusia lebih kreatif, mendukung penelitian dan tugas-tugas manusia. AI menjadi buruk jika dipakai untuk menyebarkan hoax, modus penipuan, atau melanggar privasi orang lain. Pemanfaatan AI pun harus dikaji ulang karena memiliki potensi bias informasi, karena AI tidak bisa berpikir sendiri, hanya memakai informasi yang tersedia, dan kemungkinan ada kesalahan algoritmanya. Dalam kesempatan tersebut, Anjas menginformasikan beberapa aplikasi berbasis AI dan kegunaannya, seperti Chat GPT, Gemini, Grammarly, ClickUp, IdeaBuddy, Perplexity, Valona Intelligence, Asana, dan Trello. Aplikasi-aplikasi ini memiliki fungsi masing-masing dalam membantu manusia memecahkan permasalahan yang dibutuhkan.
Pemantik kedua, mahasiswa Ilmu
Komputer-UGM, David Pamerean Budiarto, yang menekuni bidang pengembangan web, memberi
bukti kepada para peserta bahwa di era digital ini kebocoran data pribadi seseorang
adalah nyata. Pasar dunia maya memungkinkan seseorang mendapatkan lima juta
data dengan harga dua ratus ribu rupiah saja. Tidak mengherankan marak terjadi tindak
pidana penipuan dengan memakai data orang lain. Lebih lanjut, David
mendemonstrasikan teknologi AI Voice Cloning atau Deepfake Suara. Teknologi ini
merupakan bagian dari kecerdasan buatan (AI) yang mampu meniru suara manusia
secara realistis. Hanya dengan menggunakan deep
learning untuk mempelajari pola suara seseorang dari rekaman yang tersedia,
AI dapat menghasilkan suara tiruan yang sangat mirip dengan suara asli. Deepfake
suara memungkinkan pelaku kejahatan siber membuat rekaman suara palsu yang
terdengar seperti orang tertentu, untuk tujuan penipuan, pemerasan, atau
penyebaran hoax.
Beberapa tanggapan muncul dari
peserta seperti pemikiran bahwa meski AI menawarkan banyak manfaat, ada banyak
tantangan yang perlu diatasi, seperti privasi data dan keamanan informasi, serta
risiko bias algoritma yang bisa berdampak pada kesalahan dalam mengambil
keputusan. AI bukan lagi sekadar konsep futuristik, melainkan teknologi nyata
yang membentuk masa depan kita. Perlu regulasi dan etika yang jelas dalam
pengembangan dan penggunaan AI, agar tetap terjadi keselarasan untuk memelihara
kemanusiaannya manusia. Pemanfaatan AI yang bijak dan etis akan meningkatkan
kualitas hidup manusia.***



.jpeg)

Komentar
Posting Komentar